BAB I
PEMBAHASAN
Para ahli etnografi lama membagikan orang/suku
Kulawi sebagai salah satu bagian dari kelompok orang/suku Toraja Barat. Suku
bangsa itu sendiri lebih suka menyebut dirinya orang Kulawi atau Tokulawi.
Mereka mendiami daerah bagian selatan Danau Lindu, yang termasuk dalam wilayah
Kulawi di Donggala Provinsi Sulawesi Tengah. Jumlah mereka saat ini sekitar
50.000 jiwa. Menurut legenda, mereka berasal dari daerah Bora dan Sigi di
lembah Palu. Diceritakan bahwa pada zaman dahulu kala ada seorang tokoh dari
Bora yang berburu bersama dengan pengikutnya sampai ke hutan-hutan di Gunung
Momi. Setelah penat berburu maka para pemburu itu beristirahat di bawah sebuah
pohon kayu yang disebut Kulawi. Melihat kesuburan daerah itu maka tokoh dari
Bora itu memutuskan untuk menetap di sana. Sejak itu daerah baru tersebut
mereka beri nama Kulawi.
1.3. Bahasa Suku Kulawi
Orang Kulawi memakai bahasa Kulawi dengan
beberapa dialek, seperti dialek Kuwali-Lindu yang dipengaruhi oleh bahasa
Kaili. Kelompok ini mendiami daerah sekitar Danau Lindu. Kemudian kelompok
pemakai dialek Toboko-Umpa yang berdiam di sekitar Sungai Lariang.
Orang Kulawi umumnya hidup dari pertanian di
sawah dan ladang. Tanaman pokok mereka adalah padi, selain juga menanam jagung
dan palawija lainnya. Tanaman keras untuk komoditas ekspor seperti cengkeh
mulai ditanam tahun 1970. Sebelumnya mereka sudah menanam kopi dan kelapa
sebagai barang ekspor. Usaha mereka yang lain adalah beternak kerbau, babi, dan
usaha tambak ikan. Ada juga yang mengumpulkan hasil hutan serta berburu rusa
dan babi atau menangkap ikan di sungai.
1.5. Kemasyarakatan Suku Kulawi
Masyarakat ini memiliki sistem garis keturunan yang
bilateral sifatnya. Pasangan-pasangan yang baru kawin umumnya tinggal di
lingkungan rumah pihak wanita (uksorilokal atau matrilokal), dan setelah anak
pertama lahir biasanya mereka pindah ke lingkungan pihak laki-laki, atau
membuat rumah baru sendiri. Pada zaman dulu masyarakat Kulawi berbentuk sebuah
kerajaan kecil, rajanya disebut Magau atau Sangkala. Ia dibantu oleh sebuah
dewan pemerintahan yang anggota-anggotanya berasal dari lapisan tinggi menurut
adat, yaitu kaum to tua ngata. Pada masa sekarang pengaruh pelapisan lama itu
sudah semakin tipis. Golongan tertinggi zaman dulu adalah maradika yang terdiri
dari raja-raja dan keluarganya, lalu golongan to tua ngata sebagai bangsawan
pembantu raja. Orang kebanyakan disebut to dea, di bawah sekali adalah golongan
budak dan hamba sahaya yang disebut batua.
Kepercayaan suku Kulawi meyakini adanya dewa
tertinggi yang disebut Karampoa I Langi dan Karampoa I Tana (Pencipta langit
dan Tanah). Selain itu ada pula sejumlah dewa yang dianggap menguasai
bagian-bagian tertentu dari alam dan kehidupan, seperti dewa perang yang
disebut Taliwarani. Dewa ini dipuja oleh para prajurit dan tadulako (panglima).
Alam sekitar diyakini memiliki kekuatan-kekuatan yang terdapat dalam benda-benda
dan makhluk hidup tertentu. Pada masa sekarang orang/suku Kulawi umumnya adalah
agama Kristen sejak tahun 1913.
Suku
Kulawi juga memiliki beberapa tradisi kesenian budaya yang masih bertahan dan
tetap dianggap penting sampai sekarang, yaitu Upacara Rakeho, yang diwariskan secara turun-temurun berdasarkan pada
kepercayaan asli mereka,,Rakeho
merupakan upacara masa peralihan bagi seorang anak laki-laki dari masa
anak-anak menuju dewasa. Upacara ini memiliki kegiatan memotong gigi atau
meratakan gigi bagian depan atas dan bagian bawah sampai rata. Seorang anak
laki-laki yang telah melewati upacara ini berarti dianggap sudah dewasa,
sehingga diperbolehkan untuk membentuk sebuah keluarga atau menikah
Pakaian asli orang Kulawi terbuat dari serat
kulit pohon yang disebut vuya. Kaum laki-laki memakainya seperti cawat,
dan kaum wanita memakainya seperti rok.
Pakaian tradisional yang dipakai orang Kulawi dalam kesempatan resmi cukup
khas.
Kaum wanita memaki rok bersusun tiga yang diberi
hiasan guntingan kain beraneka-warna bentuk bunga. Baju atasnya dihiasai
manik-manik berwarna. Memakai kalung emas bercorak tradisional yang disebut
kamagi atau enu.
Kaum pria
memakai kemeja longgar dengan model sederhana, selempang, celana pendek yang
menyempit di bagian bawah, memakai kain penutup kepala, ikat pinggang dengan
kelewang tergantung di sebelah kiri. Bentuk rok wanita dan celana pria Kulawi
tersebut nampaknya berasal dari pengaruh pakaian orang Portugis yang pernah
terdampar ke daerahnya.
Benda yang berupa pemukul kulit kayu ditemukan
pada penggalian di padang Tampeura Desa Langkeka Kecamatan Lore
Selatan Kabupaten Poso, menunjukan bukti bahwa sejak zaman Prasejarah teknologi
tradisional kain dari kulit kayu telah dimulai di daerah Sulawesi Tengah.
Sekarang, teknologi tradisional kain dari kulit
kayu masih berkembang di masyarakat Sulawesi Tengah terutama pada etnik Kaili
dan Kulawi. Teknologi tradisional ini digunakan untuk keperluan
upacara adat yang berkaitan dengan religi dan kepercayaan.
Menurut Paulus Tampinongo (69
thn), mantan Penilik Kebudayaan Kandepdikbud Kecamatan Kulawi Propinsi Sulawesi
Tengah, Senin (17/11/2003) menjelaskan, “Kalau kita melihat sejarah
pertumbuhan dan perkembangan masyarakat Kulawi, pemakaian kain dari kulit kayu
telah ada sejak manusia berada di Kulawi ini pada zaman Prasejarah”.
1.8. Rumah adat suku kulawi
Rumah adat suku kulawi adalah Souraja...Souraja merupakan rumah tradisional tempat tinggal para bangsawan, yang berdiam di kota. Kata Souraja dapat diartikan rumah besar, merupakan rumah kediaman tidak resmi dari manggan atau raja beserta keluarga-keluarganya. Rumah orang biasa atau rakyat kebanyakan meskipun bentuk dan ukurannya sama dengan souraja. |
:https://paparaninformasi.wordpress.com
:http://protomalayans.blogspot.com
galeriwisata.wordpress.com
Komentar
Posting Komentar